Penulis: Phendy A. Saputra
Keluarga
Disharmoni
Mencapai
Hubungan Keluarga Yang Harmoni
Definisi Keluarga Disharmoni
Keluarga pada awalnya akan terbentuk
melalui suatu pernikahan antara pria dan wanita pada umumnya. Menurut Strong,
DeVault, dan Cohen (2011) pernikahan
adalah penyatuan antara pria dan wanita
pada umumnya yang secara legal diakui dan bekerjasama dalam keuangan, serta
memberikan keturunan, mengadopsi, dan mengasuh anak.
Dari pernikahan tersebut, terbangunlah
suatu keluarga. The U.S. Cencus Bureau (dikutip dalam Strong, DeVault, &
Cohen, 2011) mendefinisikan keluarga sebagai,
“a group of two or more persons related
by birth, marriage, or adoption and residing together in a household.”
Dalam proses perkembangan hubungan
keluarga yang tidak baik akan menyebabkan suatu kesenjangan dalam keluarga yang
disebut sebagai keluarga disharmoni.
Faktor-faktor Penyebab Keluarga
Disharmoni
Faktor-faktor
yang menyebabkan sebuah keluarga menjadi tidak harmoni atau disharmoni dapat
berasal dari lingkungan keluarga, kerja, maupun sosial.
Lingkungan
keluarga. Dalam lingkungan keluarga, peran ayah, ibu, dan anak saling
berperan dan memiliki tanggung-jawab masing-masing. Akan tetapi, kurangnya
pendekatan dalam berkomunikasi dalam sebuah keluarga, akan memberikan dampak
yang tidak baik.
Konflik suami dan istri. Hubungan yang sering terjadi adalah
kurangnya pendekatan antara suami dan istri sehingga tidak jarang konflik dalam
suatu hubungan keluarga menjadi tidak harmonis.
Basic
conflicts. Menurut Strong, DeVault, dan Cohen (2011) menjelaskan bahwa, “basic conflicts revolve around carrying out
martial roles and the functions of marriage and the family, such as providing
companionship, working, and rearing children.”
Nonbasic
conflicts. Menurut Strong, DeVault, dan Cohen (2011) nonbasic conflicts tidak melukai hati dari sebuah hubungan.
Kecemburuan.
Dalam suatu hubungan, pencapaian kesenangan atau kebahagiaan tidak selalu
berjalan dengan lancar. Kecemburuan maupun rasa yang tidak aman dapat
memberikan dampak yang tidak baik dalam suatu hubungan. Seperti yang diuraikan
oleh Bringle dan Buunk dan Sharpsteen (dikutip dalam Strong, DeVault, dan Cohen,
2011), “jealousy is an aversive response that occurs because of a partner’s
real, imagined, or likely involvement with a third person.”
Pengaruh
Pekerjaan Terhadap Keluarga. Seorang ayah pada umumnya akan memberikan
tanggung-jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Akan tetapi, pada perkembangan jaman ini, seorang ibu akan mencari uang untuk
memenuhi kebutuhan keluarga juga. Hal ini dapat menyebabkan banyaknya waktu
yang dipakai untuk bekerja dalam satu hari, yang akan berdampak pada lingkungan
keluarga. Menurut Strong, DeVault, dan Cohen (2011) efek yang terjadi pada
individual-individual dan keluarga-keluarga, sangat mengurangi tingkat energi
dan waktu sehingga menyebabkan dampak pada psikologis mereka yang disebut
dengan work spillover. Dampak psikologis tersebut dapat mempengaruhi
suatu hubungan yang harmonis.
Dampak-dampak Keluarga Disharmoni
Konflik-konflik yang terjadi dalam suatu
keluarga disharmoni, akan menyebabkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan
mental (pikologis), fisik, dan kesejahteraan anak.
Kesehatan psikologis. Salah satu dampak
yang sering terjadi adalah adanya ketidakseimbangan mental. Menurut Strong,
DeVault, dan Cohen (2011), konflik dalam perkawinan memiliki hubungan dengan
depresi, kekacauan pola makan, adanya kekerasan baik berupa fisik dan/ atau
psikologis terhadap pasangan, dan masalah pemakaian alkohol pada pria (seperti
minum yang berlebih, mabuk-mabukan, dan menjadi pecandu alkohol).
Kesehatan
fisik. Dampak dari konflik-konflik dalam keluarga disharmoni dapat
berpengaruh pada kesehatan fisik tertentu. Seperti yang disebutkan oleh Strong,
DeVault, dan Cohen (2011), penyakit-penyakit yang timbul berupa kanker, sakit
jantung, dan sakit kronis.
Kesejahteraan
anak. Penting bagi orangtua untuk memperhatikan dampak-dampak yang terjadi
ketika adanya konflik antara suami dan istri di hadapan anak-anak. Lindsey,
Caldera, dan Tankersley (dikutip dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2011)
menjelaskan,
Research
reveals numerous problematic effects of marital conflict on children,
including health problems, depression, anxiety, conduct problems, and
low
self-esteem. When the marital conflict is frequent, intense, and child
centered,
it has especially negative consequences for children. Peer relations
also suffer
when children have insecure parental attachment and can be observed in
children as young as three years old.
Strategi Dalam Menyelesaikan Konflik-konflik
Konflik-konflik
yang terjadi seringkali membuat beberapa pasangan merasa bingung dengan apa
yang harus mereka lakukan untuk mendapatkan pemecahan-pemecahan konflik-konflik
yang mereka hadapi. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengakhiri
konflik-konflik tersebut. “Strategi-strategi pemecahan konflik yang kurang
produktif meliputi coercion (mengancam,
menyalahkan, dan sarkasme), manipulation (mencoba
untuk membuat pasangan merasa berdosa), dan avoidance”
Regan (dikutip dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2011).
Sedangkan, “strategi-strategi yang lebih
positif untuk menyelesaikan konflik-konflik meliputi mendukung pasangan Anda (melalui mendengar secara aktif, kompromi,
atau kesepakatan), assertion (secara
jelas menempatkan posisi Anda dan menempatkan pembicaraan pada topik), dan reason (pemakaian agumen yang rasional
dan pertimbangan yang alternatif-alternatif)” Regan (dikutip dalam Strong,
DeVault, & Cohen, 2011).
Komunikasi
yang efektif. Ketika Anda ingin menyampaikan pendapat atau maksud Anda,
katakanlah. “Communication is the basis
for good relationships. Communication and intimacy are reciprocal:
communication creates intimacy, and intimacy in turn helps create good
communication” (Strong, DeVault, & Cohen, 2011).
Mencari bantuan konseling. Penanganan
konflik-konflik seringkali menjadi berat ketika tidak adanya jalan keluar yang
tepat. Oleh sebab itu, mencari bantuan dari seorang konselor sangatlah membantu
Anda, terutama konselor yang ahli dalam permasalahan keluarga. “A skilled counselor offers objective,
expert, and discreet help. Much of what counselors do is crisis or intervention
oriented” Strong, DeVault, dan Cohen, 2011).
Ahli-ahli yang bekerja dalam meberikan
penanganan profesional terhadap konflik-konflik yang dihadapi dalam keluarga
disharmoni tergolong dalam beberapa profesi menurut Strong, DeVault, dan Cohen
(2011), sebagai berikut:
1.
Psychiatrists are licensed medical doctores who, in
addition to completing at least six years of postbaccalaureate medical and
psychological training, can prescribe medication.
2.
Clinical psychologist have usually completed a PhD, which
requires at least six years of postbaccalaureate course work. A license
requires additional training and the passing of state boards.
3.
Marriage and family counselors typically have a master’s degree and additional
training to be eligible for state board exams.
4.
Social workers have master’s degree requiring at
least two years of graduate study plus additional training to be eligible for
state board exams.
5.
Pastoral counselors are clergy who have special training
in addition to their religious studies.
Menurut Strong, DeVault, dan Cohen (2011),
pertimbangan keuangan akan berpengaruh pada pemilihan ahli.
Harmoni Dalam Keluarga
Perkawinan yang sukses tidak hanya
meberikan kebahagiaan untuk pasangan saja, tetapi juga memberikan keharmonisan
yang utuh bagi suatu keluarga. Menurut Sadarjoen (2006), karakteristik dari
perkawinan yang sukses adalah:
1.
Komitmen
yang terjaga.
2.
Kejujuran,
kesetiaan, dan kepercayaan.
3.
Rasa
tanggungjawab.
4.
Kesediaan
untuk menyesuaikan diri.
5.
Fleksibilitas
dan toleransi dalam setiap aspek perkawinan termasuk kehidupan seksual.
6.
Mempertimbangkan
keinginan pasangan.
7. Komunikasi
yang terbuka, dengan penuh empati dan saling menghormati (respek) antar
pasangan.
8.
Menjalin
hubungan antar pasangan dengan cinta kasih penuh afeksi.
9.
Pertemanan
yang nyaman antar pasangan.
10. Kemampuan mengatasi krisis dalam
setiap situasi dalam kebersamaan.
11. Menjaga nilai-nilai spiritual antar
pasangan perkawinan dan keturunannya.
Daftar Pustaka
Sadarjoen,
S. S. (2006). Membangun keluarga bahagia.
Diunduh dari
Strong,
B., DeVault, C., & Cohen, T. F. (2011). The
marriage and family
experience: Intimate relationships in a changing society (11th ed.). Belmont,
CA: Wadsworth Cengage Learning.